Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra (Penulis Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM),
juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)
Bogorplus.com – Ketika saya mendampingi siswa dalam lomba matematika di Hongkong,
para peserta mendapat kesempatan untuk berwisata ke Ocean Park Hongkong,
yang merupakan wahana permainan air dan taman bermain. Di dalam Ocean
Park untuk mencoba suatu wahana maka orang-orang harus mengantri
terlebih dahulu. Pada saat mengantri, di depan saya ada orang Indonesia
yang mengantri yang bisa saya ketahui dari logat daerahnya ketika dia
berkomunikasi, tetapi tidak lama kemudian dia menyerobot antrian. Kontan
hal itu pun membuat banyak orang yang mengantri kesal dan agak ribut. Saya
sempat menegur dengan sikapnya tersebut karena selain tidak bagus juga
memalukan Indonesia, tapi orang tersebut hanya senyum-senyum saja. Saya
jadi ingat, banyak prilaku orang di Indonesia yang sudah dianggap wajar
tetapi sebenarnya salah. Perilaku tersebut seperti motor atau mobil
tetap berjalan walaupun lampu lalu lintas sudah menunjukan warna merah,
membuang sampah sembarangan baik di jalan ataupun di sungai, merokok di
sembarang tempat, mencontek, dan lain-lain.
Hal-
hal tersebut sepertinya sepele tetapi akan berdampak besar jika
dilakukan terus menerus. Seperti dengan tidak mentaati rambu lalu lintas
bisa menyebabkan kemacetan, efek dari kemacetan menyebabkan banyak
orang yang terlambat bekerja dan terjadi pemborosan bahan bakar. Buang
sampah sembarangan di jalan atau di sungai bisa menyebabkan banjir di
jalan raya beraspal yang bisa menyebabkan aspal cepat rusak, dan jika
sungai mampat karena banyak sampah bisa menyebabkan banjir di suatu
lingkungan. Banyak masalah besar atau musibah besar yang terjadi akibat
perilaku salah yang dianggap sepele atau kecil. Seharusnya pendidikan
Indonesia mengajarkan kepada siswanya tentang mentaati peraturan lalu
lintas, buang sampah pada tempatnya, mengantri dll. Sehingga kehidupan
berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik, karena terhindar dari
musibah akibat sikap dan prilaku masyarakat yang tidak disiplin.
Perubahan kurikulum sebaik apapun tidak akan berhasil jika gurunya tidak diubah
Saat
ini pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih
disibukkan dengan perubahan kurikulum. Berita terakhir akan ada
kurikulum baru yang bernama Kurikulum Nasional sebagai pengganti
kurikulum 2013. Pertanyaan yang mendasar saat ini, di Indonesia sering
terjadi perubahan kurikulum tetapi kenapa hal-hal negatif (seperti
kasus-kasus yang ceritakan di awal) dalam kehidupan sehari-hari baik
dilakukan pelajar atau masyarakat yang notabene sebelumnya adalah pelajar masih saja terjadi?. Jawabannya menurut saya karena
perubahan kurikulum di Indonesia ibarat perubahan sebuah mobil yang
hanya berganti model lampu, berganti ban atau berganti accesories yang
lain, tetapi karoserinya dan mesinnya tetap sama. Belum pernah terjadi
perubahan dari bentuk mobilnya secara keseluruhan atau berganti pabrik
karoserinya. Walaupun terjadi perubahan mobil secara radikal tidak
menjamin akan membuat sampai tujuan dengan selamat jika supirnya
ternyata tidak bisa mengemudikan mobil tersebut dengan baik. Maknanya
adalah sebagus apa pun
perubahan kurikulum pendidikan, jika gurunya tidak diperbaiki maka
tujuan kurikulum yang bagus sangat sulit dicapai.
Uji Kompetensi Guru dalam hal moralitas dan spiritual jangan dilupakan
Saat
ini Uji Kompetensi Guru yang sedang dilakukan oleh Pemerintah, patut
untuk dihargai sebagai program yang tepat dalam rangka memperbaiki
kualitas guru, tetapi uji yang dilakukan saat ini masih pada tataran
yang bersifat akademik, sehingga kemampuan guru yang
terukur masih dalam hal kemampuan intelektual. Pemerintah jangan sampai
lupa kalau di sekolah, tugas guru itu bukan hanya transfer pengetahuan
tetapi yang jauh lebih penting adalah mendidik yang didalamnya ada
tujuan mengubah dari perilaku yang tidak baik menjadi baik, dari awalnya
tidak sholeh menjadi sholeh. Supaya proses mendidik bisa berjalan
efektif maka guru harus mempunyai kecerdasan moral dan kecerdasan
spiritual yang baik, karena guru di sini harus bisa digugu dan ditiru.
Oleh karena itu pemerintah harus juga membuat program untuk memperbaiki
moralitas dan spiritualitas para guru agar pendidikan di Indonesia
menjadi lebih baik. Program ini jauh lebih penting dilakukan daripada
perbaikan kurikulum, dan program ini harus segera dilakukan karena guru
yang moral dan spiritualnya rendah akan menghasil perilaku negatif para siswa baik di sekolah maupun di masyarakat seperti yang sudah terjadi secara masif di seluruh Indonesia.
Jangan malu mengadopsi Pendidikan Pesantren
Saat ini banyak orang kembali melirik pendidikan pesantren sebagai alternatif untuk pendidikan anak-anaknya. Dibalik
kekurangan dan kelebihan dari pendidikan pesantren, ada hal yang
menarik dari pendidikan pesantren. Hal menariknya yaitu para guru di
Pesantren biasanya mengajar dengan ikhlas walaupun penghasilan atau
gajinya sebagai guru tidak besar. Jarang kita mendengar bahkan hampir
tidak pernah kita dengar ada guru-guru di
pesantren yang demo untuk meminta kenaikan gaji atau tunjangan. Selain
itu guru-guru di pesantren biasanya menjadi contoh terlebih dahulu dalam
kebaikan khususnya dalam masalah adab dan akhlak. Hal
yang tidak kalah penting guru-guru di pesantren dan kepala sekolahnya
(kyainya) rajin melaksanakan berbagai aktivitas ibadah seperti berpuasa,
sholat tahajud dll, serta rajin mendoakan santri-satrinya agar menjadi
anak-anak yang sholeh. Sikap dan perilaku seperti itulah yang membuat
para santrinya sangat patuh dan menjadikan guru-guru dan kyainya sebagai
panutan (digugu dan ditiru). Ketaatan santri kepada para gurunya
merupakan kunci keberhasilan dari pendidikan pesantren dalam hal
membentuk adab dan akhlak yang baik.
Bukanlah
hal yang tabu jika pemerintah mengadopsi cara-cara pesantren dalam
membentuk guru-guru sehingga menjadi guru-guru yang bisa digugu dan
ditiru oleh murid-muridnya. Sebab guru-guru yang bisa digugu dan ditiru
adalah faktor yang sangat penting dalam pendidikan. Tahapan awal adalah
membentuk guru bagus dalam hal sepiritual. Supaya guru bagus dalam hal spiritualnya adalah dengan
membuat program meningkatkan kebiasaan aktivitas ibadah ritual. Bagi
yang beragama islam, guru harus terbiasa sholat berjamaah, sholat dhuha,
puasa senin kamis dll. Bagi yang beragama lain dipersilahkan menurut
agama dan kepercayaan masing-masing. Program ini awalnya dibuat
dalam bentuk gerakan, kemudian dilakukan pemaksaan yang dituangkan
dalam bentuk peraturan. Pada akhirnya harus dilakukan pemaksaan karena
program ini sangat menunjang keberhasilan proses pendidikan.
Setelah
program pertama sudah berjalan maka tahapan berikutnya adalah program
guru-guru memberikan contoh dan menjadi contoh dari pelaksanaan budi
pekerti yang baik. Program ini harus dilakukan oleh semua guru. Bentuk
program ini seperti tidak merokok di lingkungan sekolah, menghormati
sesama guru baik di sekolahnya atau bukan di sekolahnya, membuang sampah pada tempatnya, belajar
mengantri, mentaati peraturan lalu lintas dll. Program ini pun sama,
awalnya sebuah gerakan kemudian pemaksaan yang dituangkan dalam
peraturan. Dua program ini jika dilaksanakana dengan efektif melalui
peraturan yang jelas dimana ada hadiah dan hukuman, maka akan membuat
pendidikan Indonesia jauh lebih baik. Inilah Revolusi Mental yang sesungguhnya. Jika
guru tidak menyetujui kedua program ini sebaiknya mengundurkan diri
jadi guru, karena memang tidak layak secara moral dan spiritual sebagai
guru.
Para Guru Perlu sosok panutan yang bisa digugu dan ditiru
Dua
Program ini akan berhasil dengan baik jika para guru mempunyai contoh
manusia yang bisa menjadi panutan. Sosok Panutan untuk para guru
seharusnya Kepala Sekolah. Para kepala Sekolah pun perlu sosok yang bisa
menjadi panutan. Sosok panutan untuk para kepala sekolah seharusnya
Kepala Dinas Pendidikan kota/Kabupaten. Kemudian sosok panutan untuk
Kepala Dinas Pendidikan kota/Kabupaten adalah para Walikota/Bupati dan
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi serta para Dirjen di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Para pejabat ini pun perlu
sosok panutan dalam hal moralitas dan spiritualitas. Sosok panutan
untuk para pejabat ini tentulah para Elit Bangsa yang ada di Pemerintah
Pusat. Sayangnya para elit Bangsa kita saat ini suka membuat gaduh
sehingga situasi negara menjadi panas. Efeknya saat ini para guru di
Indonesia sulit menemukan sosok elit di
tingkat nasional, yang bisa digugu dan ditiru dalam hal moralitas dan
spiritualitas. Untungnya masih ada orang-orang baik di berbagai daerah
yang karyanya bermanfaat bagi masyarakat yang bisa dijadikan panutan
para guru. Hanya sayangnya karena orang-orang baik ini hanya di tingkat
lokal sehingga perbaikannya tidak bersifat masif dan berdampak secara
nasional. Semoga orang-orang baik di tingkat lokal ini bisa menjadi elit
bangsa di tingkat nasional, menggantikan para elit bangsa yang suka
membuat gaduh negara. Semoga dengan hal ini, perbaikan pendidikan yang
revolusioner bisa diwujudkan.
Penutup
Tulisan
ini adalah buah pikiran dalam rangka memperbaiki Pendidikan di
Indonesia. Negara yang besar adalah negara yang fokus meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM). Kualitas SDM akan baik jika
kualitas pendidikannya baik. Kualitas pendidikan akan baik jika kualitas
gurunya akan baik. Hal yang lebih utama dalam kualitas guru adalah
memperbaiki kualitas moral dan spiritualnya. Kualitas moral dan
spiritual guru dipengaruhi juga oleh Kualitas moral dan spiritual para
elit bangsa negeri ini. Jika para elit bangsa di negeri ini selalu
gaduh, maka jargon bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar sepertinya
hanya akan jadi mimpi. Beruntungnya masih ada orang-orang baik di negeri
ini yang perduli terhadap pendidikan dan berkarya di bidang pendidikan
sehingga guru tidak kehilangan panutan. Semoga Allah mendatangkan sosok
elit di tingkat nasional yang bisa menjadi panutan dalam hal moralitas
dan spiritualitas bagi bangsa ini. Aamiin.
Bogor, 21 Desember 2015
Sumber :
http://www.bogorplus.com/index.php/topik-bogor/item/9797-revolusi-pendidikan-bagian-1-kurikulum-dan-guru-serta-elit-bangsa