• Rapat Kerja Nasional Korps Menwa Indonesia
  • Rakernas Korps Menwa Indonesia diadakan pada 14-16 Agustus 2015 bertempat di Cipayung - Bogor

  • Sepeda Santai Keluarga Mahawarman IPB
  • Gowes sepeda santai Keluarga Mahawarman IPB di Kampus IPB Darmaga Bogor tgl 22 Mei 2016

    Photo Session Temu Alumni

    Dokumentasi foto Alumni dan Keluarga yang hadir pada Temu Alumni Korps Menwa IPB di Kebun Raya Bogor 1 Agustus 2015

    Demo ketangkasan bongkar pasang Senapan SS1

    Demo ketangkasan bongkar pasang senjata Senapan SS1 dalam Masa perkenalam Mahasiswa Baru (MPKMB)Diploma IPB tgl 29 Agustus 2015 di Kampus IPB Baranangsiang - Bogor.

    Terbentuknya Keluarga Mahawarman IPB

    Pada Rapat Korps tanggal 15 Mei 2016 telah disepakati terbentuknya organisasi "Keluarga Mahawarman IPB" sebagai wadah persatuan dan silaturahmi seluruh alumni Mahawarman IPB

    Rabu, 30 Desember 2015

    APAKAH DI 2016, TAHUN “KEMATIAN PARA ELIT” SEBAGAI TANDA MUNCULNYA SATRIO PININGIT?

    Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra (Penulis Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)

    Bogorplus.com – Judul ini sepertinya cukup mengerikan bagi orang yang membacanya, tetapi mohon maaf saya tidak membicarakan kematian yang sebenarnya, karena masalah kematian, masalah dicabutnya nyawa dari badan itu adalah rahasia Ilahi, hanya Allah Yang Maha Tahu.
    “Kematian” yang dimaksud di sini adalah mundur dari jabatan, diberhentikan dari jabatan atau turunnya pamor dari orang yang menduduki jabatan. Ide tulisan ini, saya dapatkan setelah mendengar pemberitaan di media massa tentang adanya beberapa pejabat yang mundur dari posisinya karena berbagai alasan. Keputusan mundur dari jabatan akibat suatu kesalahan yang telah dilakukan atau karena tidak mampu mengemban amanah adalah sifat ksatria yang patut kita hargai.

    Sabtu, 26 Desember 2015

    Catatan Perjalanan Camping ke Pulau Condong

    Penulis : Arifah Handayani (Alumni Menwa IPB '95, Founder Smart Parenting With Love Community) 
    Catatan perjalanan 1 : Berangkat...!!!
    Buat keluarga dengan banyak anak, merencanakan liburan yang murah meriah tapi seru memang jadi tantangan tersendiri. Tetapi ketika anak2 sudah terlatih untuk bisa diajak kemping atau backpackeran dengan akomodasi kelas ekonomi, maka alternatif liburan jadi berkembang.
    Salah satu komitmen saya ketika minta ijin anak2 untuk kerja di School of Human, adalah bakal menyisihkan sebagian pendapatan untuk anggaran liburan. Nah, begitu liburan pertama tiba mereka pun menuntut janji.

    Jumat, 25 Desember 2015

    Secawan Renungan di Hari Ibu...

    Penulis : Arifah Handayani (Alumni Menwa IPB '95, Founder Smart Parenting With Love Community)

    Aku ini hanya ingin menjadi seorang ibu yang boleh menolak hidup di dalam kotak, karena bumi kita ini sudah sedemikian sempit dihuni lebih dari 7 milyar manusia. Rasanya terlalu mungil untuk mengakomodasi begitu banyak golongan dengan 1001 perbedaannya. Apalagi kalau harus dibagi kepada lebih dari satu Pencipta.

    Aku hanya ingin semua penduduk bumi bisa hidup bersisian mengandalkan kesamaan visi dan misi saja. Mestinya semua insan mampu hidup lebih optimal bersama, tanpa harus membuang banyak waktu, sumberdaya dan tenaga demi memperdebatkan perbedaan yang jelas tidak akan sampai pada titik temu.

    Rabu, 23 Desember 2015

    REVOLUSI PENDIDIKAN (BAGIAN-1): KURIKULUM DAN GURU SERTA ELIT BANGSA

    Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra (Penulis Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)  

    Bogorplus.com – Ketika saya mendampingi siswa dalam lomba matematika di Hongkong, para peserta mendapat kesempatan untuk berwisata ke Ocean Park Hongkong, yang merupakan wahana permainan air dan taman bermain. Di dalam Ocean Park untuk mencoba suatu wahana maka orang-orang harus mengantri terlebih dahulu. Pada saat mengantri, di depan saya ada orang Indonesia yang mengantri yang bisa saya ketahui dari logat daerahnya ketika dia berkomunikasi, tetapi tidak lama kemudian dia menyerobot antrian. Kontan hal itu pun membuat banyak orang yang mengantri kesal dan agak ribut.  Saya sempat menegur dengan sikapnya tersebut karena selain tidak bagus juga memalukan Indonesia, tapi orang tersebut hanya senyum-senyum saja. Saya jadi ingat, banyak prilaku orang di Indonesia yang sudah dianggap wajar tetapi sebenarnya salah. Perilaku tersebut seperti motor atau mobil tetap berjalan walaupun lampu lalu lintas sudah menunjukan warna merah, membuang sampah sembarangan baik di jalan ataupun di sungai, merokok di sembarang tempat, mencontek,  dan lain-lain.

    Hal- hal tersebut sepertinya sepele tetapi akan berdampak besar jika dilakukan terus menerus. Seperti dengan tidak mentaati rambu lalu lintas bisa menyebabkan kemacetan, efek dari kemacetan menyebabkan banyak orang yang terlambat bekerja dan terjadi pemborosan bahan bakar. Buang sampah sembarangan di jalan atau di sungai bisa menyebabkan banjir di jalan raya beraspal yang bisa menyebabkan aspal cepat rusak, dan jika sungai mampat karena banyak sampah bisa menyebabkan banjir di suatu lingkungan. Banyak masalah besar atau musibah besar yang terjadi akibat perilaku salah yang dianggap sepele atau kecil. Seharusnya pendidikan Indonesia mengajarkan kepada siswanya tentang mentaati peraturan lalu lintas, buang sampah pada tempatnya, mengantri dll. Sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik, karena terhindar dari musibah akibat sikap dan prilaku  masyarakat yang tidak disiplin.


    Perubahan  kurikulum sebaik apapun tidak akan berhasil jika gurunya tidak diubah
    Saat ini pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih disibukkan dengan perubahan kurikulum. Berita terakhir akan ada kurikulum baru yang bernama Kurikulum Nasional sebagai pengganti kurikulum 2013. Pertanyaan yang mendasar saat ini, di Indonesia sering terjadi perubahan kurikulum tetapi kenapa hal-hal negatif (seperti kasus-kasus yang ceritakan di awal) dalam kehidupan sehari-hari baik dilakukan  pelajar atau masyarakat yang notabene sebelumnya adalah pelajar masih saja terjadi?. Jawabannya menurut saya  karena perubahan kurikulum di Indonesia ibarat perubahan sebuah mobil yang hanya berganti model lampu, berganti ban atau berganti accesories yang lain, tetapi karoserinya dan mesinnya tetap sama. Belum pernah terjadi perubahan dari bentuk mobilnya secara keseluruhan atau berganti pabrik karoserinya. Walaupun terjadi perubahan mobil secara radikal tidak menjamin akan membuat sampai tujuan dengan selamat jika supirnya ternyata tidak bisa mengemudikan mobil tersebut dengan baik. Maknanya adalah  sebagus apa pun perubahan kurikulum pendidikan, jika gurunya tidak diperbaiki maka tujuan kurikulum yang bagus sangat sulit dicapai.

    Uji Kompetensi Guru dalam hal moralitas dan spiritual jangan dilupakan
    Saat ini Uji Kompetensi Guru yang sedang dilakukan oleh Pemerintah, patut untuk dihargai sebagai program yang tepat dalam rangka memperbaiki kualitas guru, tetapi uji yang dilakukan saat ini masih pada tataran yang bersifat akademik, sehingga  kemampuan guru  yang terukur masih dalam hal kemampuan intelektual. Pemerintah jangan sampai lupa kalau di sekolah, tugas guru itu bukan hanya transfer pengetahuan tetapi yang jauh lebih penting adalah mendidik yang didalamnya ada tujuan mengubah dari perilaku yang tidak baik menjadi baik, dari awalnya tidak sholeh menjadi sholeh. Supaya proses mendidik bisa berjalan efektif maka guru harus mempunyai kecerdasan moral dan kecerdasan spiritual yang baik, karena guru di sini harus bisa digugu dan ditiru. Oleh karena itu pemerintah harus juga membuat program untuk memperbaiki moralitas dan spiritualitas para guru agar pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Program ini jauh lebih penting dilakukan daripada perbaikan kurikulum, dan program ini harus segera dilakukan karena guru yang moral dan spiritualnya rendah akan menghasil  perilaku negatif para siswa baik di sekolah maupun di masyarakat seperti yang sudah terjadi secara masif di seluruh Indonesia.

    Jangan malu mengadopsi Pendidikan Pesantren
    Saat ini banyak orang kembali melirik pendidikan pesantren sebagai alternatif untuk pendidikan anak-anaknya.   Dibalik kekurangan dan kelebihan dari pendidikan pesantren, ada hal yang menarik dari pendidikan pesantren. Hal menariknya yaitu para guru di Pesantren biasanya mengajar dengan ikhlas walaupun penghasilan atau gajinya sebagai guru tidak besar. Jarang kita mendengar bahkan hampir tidak pernah kita dengar ada guru-guru  di pesantren yang demo untuk meminta kenaikan gaji atau tunjangan. Selain itu guru-guru di pesantren biasanya menjadi contoh terlebih dahulu dalam kebaikan khususnya dalam masalah adab dan akhlak.  Hal yang tidak kalah penting guru-guru di pesantren dan kepala sekolahnya (kyainya) rajin melaksanakan berbagai aktivitas ibadah seperti berpuasa, sholat tahajud dll, serta rajin mendoakan santri-satrinya agar menjadi anak-anak yang sholeh. Sikap dan perilaku seperti itulah yang membuat para santrinya sangat patuh dan menjadikan guru-guru dan kyainya sebagai panutan (digugu dan ditiru). Ketaatan santri kepada para gurunya merupakan kunci keberhasilan dari pendidikan pesantren dalam hal membentuk adab dan akhlak yang baik.  

    Bukanlah hal yang tabu jika pemerintah mengadopsi cara-cara pesantren dalam membentuk guru-guru sehingga menjadi guru-guru yang bisa digugu dan ditiru oleh murid-muridnya. Sebab guru-guru yang bisa digugu dan ditiru adalah faktor yang sangat penting dalam pendidikan. Tahapan awal adalah membentuk guru bagus dalam hal sepiritual. Supaya  guru bagus dalam hal spiritualnya adalah  dengan membuat program meningkatkan kebiasaan aktivitas ibadah ritual. Bagi yang beragama islam, guru harus terbiasa sholat berjamaah, sholat dhuha, puasa senin kamis dll. Bagi yang beragama lain dipersilahkan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Program ini awalnya  dibuat dalam bentuk gerakan, kemudian dilakukan pemaksaan yang dituangkan dalam bentuk peraturan. Pada akhirnya harus dilakukan pemaksaan karena program ini sangat menunjang keberhasilan proses pendidikan.

    Setelah program pertama sudah berjalan maka tahapan berikutnya adalah program guru-guru memberikan contoh dan menjadi contoh dari pelaksanaan budi pekerti yang baik. Program ini harus dilakukan oleh semua guru. Bentuk program ini seperti tidak merokok di lingkungan sekolah, menghormati sesama  guru baik di sekolahnya atau bukan di sekolahnya, membuang sampah pada tempatnya,  belajar mengantri, mentaati peraturan lalu lintas dll. Program ini pun sama, awalnya sebuah gerakan kemudian pemaksaan yang dituangkan dalam peraturan. Dua program ini jika dilaksanakana dengan efektif melalui peraturan yang jelas dimana ada hadiah dan hukuman, maka akan membuat pendidikan Indonesia jauh lebih baik. Inilah Revolusi Mental  yang sesungguhnya.  Jika guru tidak menyetujui kedua program ini sebaiknya mengundurkan diri jadi guru, karena memang tidak layak secara moral dan spiritual sebagai guru.

    Para Guru Perlu sosok panutan yang bisa digugu dan ditiru
    Dua Program ini akan berhasil dengan baik jika para guru mempunyai contoh manusia yang bisa menjadi panutan. Sosok Panutan untuk para guru seharusnya Kepala Sekolah. Para kepala Sekolah pun perlu sosok yang bisa menjadi panutan. Sosok panutan untuk para kepala sekolah seharusnya Kepala Dinas Pendidikan kota/Kabupaten. Kemudian sosok panutan untuk Kepala Dinas Pendidikan kota/Kabupaten adalah para Walikota/Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi serta para Dirjen di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Para pejabat ini pun perlu sosok panutan dalam hal moralitas dan spiritualitas. Sosok panutan untuk para pejabat ini tentulah para Elit Bangsa yang ada di Pemerintah Pusat. Sayangnya para elit Bangsa kita saat ini suka membuat gaduh sehingga situasi negara menjadi panas. Efeknya saat ini para guru di Indonesia sulit menemukan sosok elit  di tingkat nasional, yang bisa digugu dan ditiru dalam hal moralitas dan spiritualitas. Untungnya masih ada orang-orang baik di berbagai daerah yang karyanya bermanfaat bagi masyarakat yang bisa dijadikan panutan para guru. Hanya sayangnya karena orang-orang baik ini hanya di tingkat lokal sehingga perbaikannya tidak bersifat masif dan berdampak secara nasional. Semoga orang-orang baik di tingkat lokal ini bisa menjadi elit bangsa di tingkat nasional, menggantikan para elit bangsa yang suka membuat gaduh negara. Semoga dengan hal ini, perbaikan pendidikan yang revolusioner bisa diwujudkan.

    Penutup
    Tulisan ini adalah buah pikiran dalam rangka memperbaiki Pendidikan di Indonesia. Negara yang besar adalah negara yang fokus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM). Kualitas SDM akan baik jika kualitas pendidikannya baik. Kualitas pendidikan akan baik jika kualitas gurunya akan baik. Hal yang lebih utama dalam kualitas guru adalah memperbaiki kualitas moral dan spiritualnya. Kualitas moral dan spiritual guru dipengaruhi juga oleh Kualitas moral dan spiritual para elit bangsa negeri ini. Jika para elit bangsa di negeri ini selalu gaduh, maka jargon bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar sepertinya hanya akan jadi mimpi. Beruntungnya masih ada orang-orang baik di negeri ini yang perduli terhadap pendidikan dan berkarya di bidang pendidikan sehingga guru tidak kehilangan panutan. Semoga Allah mendatangkan sosok elit di tingkat nasional yang bisa menjadi panutan dalam hal moralitas dan spiritualitas bagi bangsa ini. Aamiin.

    Bogor, 21 Desember 2015

    Sumber : 
    http://www.bogorplus.com/index.php/topik-bogor/item/9797-revolusi-pendidikan-bagian-1-kurikulum-dan-guru-serta-elit-bangsa

    Selasa, 15 Desember 2015

    MAU KEMANAKAH NEGARA INDONESIA ?

    Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra
    (Penulis adalah Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)

    Bogorplus.com – Saat ini publik di Indonesia sedang disibukkan oleh kasus Freeport. Awal mulanya diberitakan adanya kasus pencatutan nama Presiden dan wakil Presiden yang dianggap telah meminta saham untuk melanggengkan keinginan Freeport untuk tetap beroperasi di Indonesia. Kemudian kasus ini berkembang seperti bola liar dengan adanya dugaan kecurangan dalam Pemilihan Presiden berdasarkan rekaman yang diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. Belum juga selesai masalah tersebut, timbul lagi isu baru, kalau sebenarnya pemerintah sudah memberikan kepastian

    Kamis, 10 Desember 2015

    ANAK-ANAK INDONESIA MULAI BANYAK YANG LUPA SEJARAH

    Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra
    (Penulis adalah Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)

    Bogorplus.com – Saat menghadiri perlombaan dan Launching Permainan Matematika Bela Negara (PMBN) di Surabaya pada Tanggal 10 November 2015, yang diadakan di wilayah Kodam V Brawijaya dengan Pelaksana Korem 084/Bhaskara Jaya, saya dan Bapak Jendral Purnawirawan Agustadi Sasongko diminta menyaksikan langsung acara semi final dan Final dari lomba PMBN.  Pada lomba PMBN ini para peserta akan mendapatkan pertanyaan sesuai dengan pilihannya dari hasil dadu yang mereka mainkan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berhubungan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Sejarah Perjuangan Bangsa dan Bela Negara.