Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra
(Penulis adalah Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)
(Penulis adalah Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)
Bogorplus.com – Saat ini publik di Indonesia sedang disibukkan oleh kasus Freeport. Awal mulanya diberitakan adanya kasus pencatutan nama Presiden dan wakil Presiden yang dianggap telah meminta saham untuk melanggengkan keinginan Freeport untuk tetap beroperasi di Indonesia. Kemudian kasus ini berkembang seperti bola liar dengan adanya dugaan kecurangan dalam Pemilihan Presiden berdasarkan rekaman yang diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. Belum juga selesai masalah tersebut, timbul lagi isu baru, kalau sebenarnya pemerintah sudah memberikan kepastian
tentang perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia. Berbagai isu akan terus muncul untuk menutupi isu yang sebelumnya atau untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya sehingga publik tidak tahu mana yang jujur dan mana yang bohong. Hal ini diduga karena upaya para pihak yang bertikai mungkin saja menggunakan media untuk menutupi berita yang mulai menyudutkan pihaknya, dan juga diduga kalau perlu pihak yang mulai tersudut membuat “berita baru” yang menghebohkan yang membuat publik menjadi lupa dengan masalah yang utama.Jika hal ini terus berlangsung maka rakyat sudah jenuh dan pada akhirnya tidak percaya lagi dengan pihak-pihak yang bertikai yaitu para elit politik bangsa ini. Efek dari ketidakpercayaan ini akan terlihat dari partisipasi rakyat dalam demokrasi khususnya pada saat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan anggota DPR dan DPD berikutnya. Bisa jadi angka Golongan Putih atau yang tidak mau memilih akan meningkat tajam karena tingkat kepercayaan rakyat sudah sangat turun kepada para pemimpin di negeri ini. Bisa jadi jumlah GOLPUT akan jauh melebihi jumlah yang ikut dalam Pemilu. Jika hal ini terjadi, sesungguhnya pimpinan yang terpilih berikutnya akan kurang legitimasinya karena kurang mendapat dukungan dari rakyat.
Kondisi saat ini bisa membuat Dis-Integrasi Bangsa sangat mudah terjadi.
Rakyat yang GOLPUT diduga selain mereka sudah tidak perduli lagi dengan situasi politik negara, bisa jadi mereka pun diduga sudah mempunyai pilihan lain atau punya harapan lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan Sparatis di berbagai daerah seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan ASNLF/AM (Acheh Sumatra National Liberation Front/ Atjeh Meurdehka) patut dicermati karena diduga kuat bisa menjadi harapan baru bagi rakyat di daerah tersebut yang merasa sudah dengan bosan dan jenuh dengan situasi politik saat ini. Potensi ancaman lain, bisa jadi pula, diantara para kepala daerah di suatu provinsi bergabung dan menunjuk pemimpin yang paling kharismatik di antara mereka, untuk membentuk suatu negara baru karena merasa kurang diperhatikan oleh pemerinta pusat. Hal ini yang merupakan salah satu potensi ancaman disintegrasi, bisa saja terjadi ketika Kepemimpinan Nasional semakin lemah dan tidak berwibawa.
Efek Pemilihan Presiden secara langsung
Situasi kepemimpinan nasional seperti sekarang ini tidak lepas karena adanya proses demokrasi yang menggunakan Sistem Pemilihan Langsung (Pemilu). Sistem ini bisa menjadi penyebab lemahnya Kepemimpinan Nasional saat ini. Diilustrasikan, hal ini bisa saja terjadi karena jika dalam suatu Pemilihan Umum, salah satu upaya untuk memenangkan pemilihan Presiden/Wakil Presiden, pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden beserta Tim Sukses-nya akan memerlukan dana yang besar untuk melakukan kampanye ke berbagai daerah di Indonesia dan membentuk tim sukses di berbagai daerah. Sehingga, sangat mungkin berpotensi pasangan calon ini memerlukan dan akan meminta pihak lain sebagai penyandang dana untuk mendukung kesuksesan pasangan tersebut di Pilpres dimaksud. Pihak lain ini bisa jadi dari kalangan apa saja, seperti partai, pengusaha atau bahkan secara diam-diam dari pihak asing. Para penyandang dana ini, setelah pasangan tersebut terpilih menjadi Presiden/Wakil Presiden, tentunya akan meminta semacam kompensasi atas dukungan dana yang sudah diberikan. Bila tidak diberikan kompensasi maka para penyandang dana ini bisa membocorkan seandainya terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mungkin saja dilakukan tim sukses Calon Presiden/Wakil Presiden semasa kampanye atau para penyandang dana ini bisa menjadi “Serigala” yang jika “tidak diperhatikan dengan baik” bisa saja menerkam (menjatuhkan) balik “tuannya” yang telah menjadi Presiden/Wakil Presiden tersebut. Sehingga untuk mengamankan posisinya, Presiden/Wakil Presiden harus memenuhi keinginan dari si penyandang dana tersebut.
Semakin besar dana yang digelontorkan semasa kampanye, tentu kompensasi yang akan diterima atau yang diminta pun akan semakin besar. Apalagi jika pihak asing yang menuntut kompensasi atas dukungan yang telah diberikan diberikan maka keinginan pihak asing tersebut pasti sangat sulit untuk ditolak Presiden/Wakil Presiden terpilih, karena pihak asing ini bisa saja sesungguhnya jelmaan dari gerombolan Serigala yang paling berbahaya diantar serigala yang lain.
Keinginan para penyandang dana tersebut termasuk pihak asing, bukalah tidak mungkin, bertentangan dengan keinginan rakyat atau bertentangan dengan Undang-Undang yang ada, atau bertentangan dengan kehendak Konstitusi dan dasar negara. Tetapi, walaupun bertentangan dengan kehendak dan kepentingan Nasional, mungkin saja keingininan penyandang dana (dan pihak asing) tersebut dipenuhi, dengan alasan untuk menyelamatkan tampuk kekuasaan yang sudah diraih. Siapa pun presidennya akan sulit untuk bersifat independen jika Sistem Pemilu dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden seperti ini terus digunakan. Akhirnya yang mungkin terjadi Rakyat Indonesia akan sulit mendapatkan Presiden yang 100% benar-benar peduli dengan rakyat dan membela kepentingan rakyat.
Efek Otonomi Daerah tanpa konsep yang matang
Dari Otonomi Daerah yang saat ini telah bergulir, ternyata cukup banyak juga ditemukan pimpinan atau pejabat daerah yang ujungnya menjadi koruptor dan berakhir dipenjara, daripada memberi manfaat bagi masyarakat yang dipimpin. Seharusnya, dengan adanya Otonomi Daerah, bisa memberikan kesejahteraan yang lebih kepada masyarakat di daerah, tetapi pada kenyataannya tidak selalu demikian. Kalaupun ada daerah yang maju itu lebih karena pemimpin daerahnya, bukan karena sistem otonomi daerahnya. Sistem pemilihan kepala daerah yang hampir-hampir mirip dengan pemilihan presiden, sehingga menimbulkan masalah yang terjadi pada kepala daerah yang terpilih, berpotensi relatif hampir sama dengan presiden. Tinggal kepala daerah yang terpilih tersebut kuat dan berani atau tidak untuk melawan para Serigala yang ada di daerah atau bisa jadi yang ada di pusat. Oleh karena itu otonomi daerah yang ada saat ini perlu dikaji ulang, sebab jika dilihat berdasarkan fakta saat ini terlihat seolah lebih banyak buruknya daripada baiknya. Otonomi daerah yang berlangsung saat ini pun berpotensi membuat rakyat menjadi lebih bangga akan kedaerahannya sehingga masyarakat lebih mementingkan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional. Hal itu akan berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia sedang menuju pada negara gagal
Jika diperhatikan Sistem demokrasi yang menggunakan sistem pemilihan langsung yang saat ini sesungguhnya bertentangan dengan konsepmusyawarah untuk mencapai mufakat yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia dalam menyelesaikan masalah. Musyawarah untuk mencapai mufakat yang merupakan ideologi bangsa Indonesia selalu diikuti denganbudaya gotong royong dan suasana kekeluargaan, adalah bagian dari apa yang dikehendaki PANCASILA. Tak salah kemudian jika di Indonesia mempunyai nilai demokrasi yang tidak sama dengan negara lainnya, yaitu “Demokrasi Pancasila”.
Selain itu, dari falsafah sistem otonomi daerah pun bertentangan dengan nilai dasar persatuan dan kesatuan Indonesia yang merupakan bagian dari dalam konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia saat ini seperti sedang dijauhkan dengan identitas keasliannya, ibarat menggunakan baju, Indonesia menggunakan baju yang tidak sesuai dengan ukurannya.
Hal yang tidak kalah penting juga adalah sumber daya manusia yang menjadi elit-elit politik baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, masih banyak yang perlu dipertanyakan komitmen dan ketulusan diantara mereka yang benar-benar jujur berjuang untuk kepentingan rakyat. Masih banyak terasakan diantara mereka menjadi elit-elit politik, yang masih mengedepankan kepentingan partainya, koalisinya, kelompoknya, atau mungkin untuk memenuhi keinginannya untuk berlomba-lomba mengumpukan harta dan kekuasaan, demi kepentingannya sendiri.
Kondisi diatas, menjadikan saya merasa Negara Kesatuan Republik Indonesia sedang terarahkan menuju pada negara gagal dan kemudian akan bubar. Saya merasa kondisi saat ini sudah didisain oleh pihak asing yang menginginkan Indonesia nantinya menjadi negeri yang terpecah belah, sehingga pihak asing dengan mudah menguasai seluruh potensi negeri termasuk kekayaan alamnya pada masa yang akan datang, di bekas negara yang bernama Indonesia.
Solusi untuk kondisi indonesia saat ini
Saya mencoba memberikan solusi dari masalah yang ada saat ini. Solusi yang saya berikan hanyalah himbauan, ataupun hanya berupa buah pemikiran yang didasari kecintaan dan keprihatinan terhadap kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya hanya sebagai rakyat kecil tidak punya kuasa mengubah keadaan bangsa.
Menurut saya masalah yang terjadi saat ini karena negeri yang mayoritas muslim ini kurang mendapat Rahmat dari Allah SWT, sebab rakyat muslim Indonesia saat ini mungkin saja sudah jauh dengan Allah SWT dan sudah kurang taat dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Jika, ketika muslim Indonesia yang merupakan mayoritas rakyat Indonesia sudah kurang mendapat Rahmat dari Allah SWT, maka akan berimbas kepada seluruh sistem kehidupan bangsa dan negara Indonesia, termasuk kepada kelompok minoritasnya.
Oleh karena itu solusi awal untuk menyelesaikan masalah bangsa ini, mari kita kembali Kepada Tuhan Yamg Maha Esa, mari kita bertaubat kepada Tuhan kita masing-masing. Bagi umat Muslim, mari kita penuhi Masjid-masjid untuk sholat berjamaah, Bepuasalah di bulan Ramadhan, Berzakatlah, kemudian laksanakan amalan-amalan sunnah lainnya. Jika kita belum mampu melaksanakan aturan Allah seluruhnya, minimal kita harus lebih dekat dengan Allah SWT. Begitu pula rakyat Indonesia yang beragama lain, laksanakan peribadatan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Semoga dengan rakyat Indonesia rajin beribadah dan menjadi orang-orang yang sholeh baik dalam hal beragama maupun sosial. Sehingga, Allah SWT, yang menguasai langit dan bumi ini akan menurunkan banyak Rahmat kepada rakyat Indonesia, salah satunya dalam bentuk pemimpin yang cerdas, jujur, amanah, bisa dipercaya, yang mengajak rakyatnya untuk dekat kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Solusi ini yang bisa saya sampaikan dan yang menurut saya logis untuk dilakukan oleh rakyat Indonesia. Solusi teknis yang lain tidak bisa saya tuliskan disini karena akan menimbulkan perdebatan. Sebab solusi-solusi yang akan saya tuliskan hanya bisa dilakukan oleh pemimpin pilihan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Ia adalah pemimpin yang terpilih dari doa-doa rakyatnya yang Sholeh. Oleh karena itu mari kita wujudkan bersama-sama masyarakat yang sholeh, denga cara mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran, serta nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran juga yang sangat penting kita harus jadi orang yang beriman, ber- Tuhan Yang Maha Esa.
Penutup
Saran di atas adalah bentuk kepedulian penulis tentang situasi yang penulis rasakan di Indonesia saat ini. Penulis tidak bisa mengubah kesemrawutan ini dengan tangan dan juga dengan lisan. Penulis hanya baru bisa dengan kata hati yang dituliskan dalam tulisan ini. Semoga kita bisa mempertahankan negeri tercinta ini dengan menjadi diri kita, menjadi orang Indonesia yang sholeh dan mengajak orang untuk menjadi sholeh, serta berdoa untuk kebaikan Indonesia. Sisanya bagian Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang menyelesaikannya, karena saya sebagai manusia tidak mempunyai daya dan upaya.
0 komentar:
Posting Komentar