Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra (Penulis Alumni Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional)
Bogorplus.com – Judul ini sepertinya cukup mengerikan bagi orang yang membacanya, tetapi mohon maaf saya tidak membicarakan kematian yang sebenarnya, karena masalah kematian, masalah dicabutnya nyawa dari badan itu adalah rahasia Ilahi, hanya Allah Yang Maha Tahu.
“Kematian” yang dimaksud di sini adalah mundur dari jabatan, diberhentikan dari jabatan atau turunnya pamor dari orang yang menduduki jabatan. Ide tulisan ini, saya dapatkan setelah mendengar pemberitaan di media massa tentang adanya beberapa pejabat yang mundur dari posisinya karena berbagai alasan. Keputusan mundur dari jabatan akibat suatu kesalahan yang telah dilakukan atau karena tidak mampu mengemban amanah adalah sifat ksatria yang patut kita hargai.
“Para Elit” yang cinta dunia. sehingga menghambat Pembangunan Nasional
Saat ini jika dikaji lebih mendalam masih ada orang yang ingin menduduki jabatan sebagai anggota DPR, Menteri dan lainnya, lebih cenderung untuk memenuhi dahaganya dalam mengejar jabatan untuk memudahkan dalam mengumpulkan harta yang ujungnya akan diwariskan pada anak cucu. Mungkin saja malah masih menjadi sukar sepertinya menemukan “elit politik” di Indonesia saat ini yang benar-benar bekerja dan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Akibat dari tujuan duniawi tersebut, efeknya akan terjadi gesekan karena satu posisi atau satu jabatan biasanya harus diperebutkan oleh banyak orang, atau satu proyek biasanya diperebutkan oleh beberapa kelompok. Sehingga ketika gesekan tersebut makin panas, akan menjadi konflik terbuka yang pada akhirnya saling menjatuhkan, biasanya dengan membuka “aib” masing-masing. Efek lanjutannya akan terjadi “yang kuat memakan yang lemah” dan “yang lemah” harus mengalah sambil menunggu waktu untuk menjatuhkan “yang kuat”. Kejadian mundurnya Ketua DPR-RI adalah korban salah satu dari konflik terbuka yang sudah mulai benderang di ketahui publik. Kejadian inilah yang akan menyebabkan banyak “kematian”-kematian dari para elite Bangsa yang lain. Akibat banyaknya “kematian” para elite bangsa, menyebabkan pemerintahan saat ini tidak berjalan efektif dan berefek pada terhambatnya pembangunan nasional. Kejadian lainnya yang mungkin saja dapat dijadikan referensi, misalnya mundurnya Dirjen Pajak dan Dirjen Perhubungan Darat.
Situasi Indonesia saat ini ibarat perahu yang didayung dengan arah berbeda.
Indonesia saat ini seperti perahu yang didalamnya banyak orang yang memegang dayung, akan tetapi arah mendayungnya berbagai macam arah. Sehingga perahu tidak jelas akan berjalan menuju ke arah mana. Selain itu banyak pula orang-orang yang duduk diam di kapal tidak melakukan apa-apa hanya pasrah mengikuti arahnya perahu atau jadi penumpang gelap yang menikmati kondisi yang ada. Hal yang lebih menyedihkan ada orang-orang yang sedang berusaha melubangi kapal (separatisme), supaya kapal bisa tenggelam. Pemimpin yang ada di dalam perahu pun sudah sulit untuk mengatur para pendayung dan para penumpang karena berbagai alasan yang tidak bisa dijelaskan disini. Akibatnya perahu yang bernama Indonesia saat ini hanya menunggu tertinggal dari negara-negara lain atau tenggelam karena bocor.
Bagaimana memperbaiki situasi negara seperti ini ?
Situasi Indonesia saat ini adalah peluang bagi orang-orang yang berpikir positif untuk memperbaiki bangsa dan negara. Menurut saya untuk memperbaiki keadaan ini cara pertama yang harus dilakukan adalah kita harus memperbaiki diri kita sendiri. Perbaikan diri yang dilakukan adalah dengan cara banyak memohon ampun dan bertobat atas segala dosa yang telah diperbuat kemudian memperbanyak ibadah sehingga kita merasa dekat dengan Allah. Kedekatan kepada Allah akan menyebabkan kita tidak suka dunia, kita menjadi orang yang tidak mengejar jabatan dan tidak mengumpulkan harta. Setelah kita tidak cintai dunia, kita harus menekuni profesi kita masing-masing sehingga kita menjadi ahli di bidang kita masing-masing. Kemudian lakukan perbaikan akhlak di lingkungan kita, baik di kantor atau di rumah sehingga orang-orang di sekitar kita pun menjadi dekat kepada Allah. Negeri ini hanya bisa diperbaiki oleh orang-orang yang tidak cinta dunia dan ahli di bidangnya masing-masing. Melalui dua langkah perbaikan ini maka akan terlahir komandan tentara yang amanah, kepala polisi yang amanah, pejabat pegawai negeri sipil yang amanah, pengusaha yang amanah, dan berbagai profesi yang diisi oleh orang-orang yang amanah.
Setelah terbentuk banyak orang-orang yang amanah di bidang masing-masing, maka Indonesia akan menjadi lebih baik. Saya menyebut orang-orang amanah ini adalah Satrio Piningit – Satrio Piningit. Satrio Piningit itu harus banyak karena urusan dalam memperbaiki Indonesia juga banyak. Jadi semua orang punya peluang untuk menjadi satrio piningit karena untuk menjadi satrio piningit jumlah orangnya tidak dibatasi. Jika hanya 1 orang bagaimana dia harus mengelola 250 jutaan penduduk Indonesia jika tidak dibantu oleh orang-orang amanah di bawahnya. Satrio Piningit yang menjadi pemimpin negara adalah satrio piningit yang terbaik di antara Satrio Piningit-Satrio Piningit yang ada. Para Satrio Piningit ini hanya tinggal menunggu momentum dari Allah SWT sehingga kekuasaan yang awalnya dipegang oleh orang-orang mencintai dunia diberikan kepada orang-orang yang tidak cinta dunia atau kepada para Satrio Piningit ini.
Ciri-ciri Satrio Piningit
Para satrio piningit harus mempunyai dua ciri yang sangat penting ini, yaitu cerdas dan selalu mendapat Petunjuk Dari Yang Maha Kuasa. Melalui petunjuk dari Allah SWY, seorang Satrio Piningit akan mendapatkan ide di luar kebiasaan, “Out of The Box” dalam menyelesaikan masalah. Kemudian dengan kecerdasannya, sosok ini bisa mengimplementasikan ide tersebut menjadi solusi nyata atau karya nyata. Berkat karya nyatanya sosok ini akan mendapat penghargaan dan menjadi sosok panutan di lingkungannya. Ciri penting yang harus dimiliki seorang Satrio Piningit untuk memperbaiki Indonesia saat ini adalah Otoriter demitegaknya kebenaran dan keadilan.
Penutup
Tulisan ini adalah bahan renungan dan harapan. Renungan bagi “para elit”, bahwa jabatan itu tidak kekal, karena pasti ada masa “kematiannya”. Setelah itu, semua perbuatannya harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Semoga “para elit” segera menyadari hal ini. Harapan di sini adalah untuk rakyat Indonesia, dalam kondisi sesulit dan seburuk apapun masih ada peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara maju, dengan syarat bahwa kita bersama-sama memperbaiki keadaan, dengan terlebih dahulu menjadikan diri kita menjadi lebih baik berdasarkan Penilaian Yang Maha Kuasa.
Bogor, 28 Desember 2015
Sumber : http://www.bogorplus.com/index.php/topik-bogor/item/9824-apakah-di-2016-tahun-kematian-para-elit-sebagai-tanda-munculnya-satrio-piningit
0 komentar:
Posting Komentar