Selasa, 27 Oktober 2015

STRATEGI MENYELESAIKAN BENCANA KABUT ASAP MENURUT MANUSIA PANCASILA


Oleh : Raden Ridwan Hasan Saputra 
Penulis adalah Wakil Ketua Korps Menwa IPB, Pendiri dan Presiden Direktur Klinik Pendidikan MIPA (KPM), juga pelatih Olimpiade Matematika Internasional.
 
Bogorplus.com – Dalam sebuah kisah di jaman Nabi Musa AS, kaum Bani Israil pernah di timpa musim  kemarau panjang dan masa paceklik. Sehingga kaum Bani Israil meminta kepada Nabi Musa untuk berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan. Nabi Musa setelah mendapat permintaan tersebut, kemudian mengajak kaum Bani Israil  ke lapangan dan melakukan doa bersama. Ternyata doa Nabi Musa untuk  meminta hujan tidak dikabulkan oleh Allah. Menurut petunjuk yang Allah berikan kepada Nabi Musa, hal ini karena ada umat Nabi Musa yang mempunyai dosa selama 40 tahun dan belum mau bertobat. Singkat cerita setelah orang yang berdosa tersebut bertobat akhirnya hujan turun dengan derasnya.


Di dalam ajaran Islam, ketika umat sedang menghadapi kekeringan maka pemimpinnya harus berinisiatif untuk melakukan sholat meminta hujan. Sholat ini namanya Sholat Istisqo dan sangat dianjurkan jika sebelumnya berpuasa terlebih dahulu. Sholat ini dilaksanakan di tengah lapangan yang diikuti oleh anggota masyarakat dan terutama para pemimpin. Rangkaian dari kegiatan sholat ini ada ceramah yang isinya adalah mengajak manusia untuk bertobat. Sebab jika manusia masih banyak dosa, sulit sekali hujan turun (seperti pada kisah Nabi Musa). Sholat Istisqo ini telah banyak terbukti sangat ampuh untuk mendatangkan hujan.
Efektifkah mengirimkan banyak tentara untuk menyelesaikan Kabut Asap?
Kabut asap yang marak di pulau Sumatera dan Kalimantan kategorinya sudah sangat membahayakan. Asap ini bukan hanya mengganggu anak bangsa tetapi warga negara Singapura dan Malaysia pun sudah terkena kabut asap. Sehingga kedua negara ini protes kepada pemerintah Indonesia, karena tidak ada penanganan yang serius dari pemerintah Indonesia. Jika dikaji lebih mendalam masalah kabut asap ini akan cepat selesai jika pulau Sumatera dan Kalimantan diguyur hujan. Penyemprotan yang dengan menggunakan selang seperti pemadam kebakaran telah terbukti tidak efektif mematikan api, walaupun sudah banyak tentara dari berbagai  daerah yang sudah dikerahkan untuk memadamkan api. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, kita tentu paham sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.  Seharusnya yang kita lakukan adalah memohon pertolongan Allah,  menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Sebagai orang Islam seharusnya pemimpin negeri ini mengajak umat islam se-Indonesia untuk melakukan Sholat Istisqo secara Nasional dan melaksanakan puasa beberapa hari secara nasional sebelum melaksanakan Sholat Istisqo.  Bagi yang beragama lain dipersilahkan melakukan ritual meminta hujan sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Pada Sholat Istisqo pemimpin dan rakyat bersama-sama bertobat atas dosa yang dilakukan misalnya dosa suka berbohong, ingkar janji, tidak amanah, korupsi, mencuri dll. Menurut saya inilah solusi efektif dalam menyelesaikan masalah kabut asap, karena musibah kekeringan itu datangnya dari Allah, maka kita minta pertolongan Allah untuk menyelesaikannya. Hal ini jauh lebih efektif daripada kita mengirimkan tentara dalam jumlah yang banyak  untuk masuk hutan dan menghirup langsung kabut asap yang mungkin sudah kategori beracun yang akan mengganggu kesehatan tentara kita.
Nasionalisasi Perusahaan Perkebunan di pulau yang sering ada kabut asap
Kabut asap yang terjadi di tahun 2015 merupakan kejadian rutin yang berlangsung sudah hampir 18 tahun di wilayah Sumatera. Kejadian ini sangat mungkin terulang di tahun depan jika tidak ada solusi jangka panjang dari pemerintah. Jika penyebab kabut asap ini  adalah akibat adanya pembakaran hutan atau pembakaran perkebunan yang dilakukan oleh pihak perusahaan swasta, maka Pemerintah harus melakukan tindakan tegas. Fakta saat ini perkebunan-perkebunan swasta tersebut hanya dikuasai oleh segelintir orang Indonesia yang terkadang mereka tinggalnya sudah tidak di Indonesia lagi. Pemilik perkebunan ini memiliki lahan yang sangat luas bahkan luasnya ada yang melebihi luas kota jakarta. Hal ini sangat bertentangan dengan sila ke-5 dari Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.  Maka demi kepentingan nasional, pemerintah harus melakukan tindakan tegas dan berani dengan menutup ijin pengelolaan perkebunan tersebut dan  mengambil alih perkebunan-perkebunan tersebut menjadi milik negara (Nasionalisasi), agar pengelolaan lahannya bisa lebih terkontrol sehingga bisa terhindar kejadian pembakaran lahan yang disengaja. Proses Nasionalisasi ini harus dikawal oleh TNI-POLRI dan pengelolaan perkebunan-perkebunan ini dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara.  Pemerintah pun harus mengaktifkan kembali Konsep Perkebunan Inti Rakyat (PIR) agar rakyat di sekitar perkebunan sejahtera.
Hukuman Mati bagi pembakar lahan dan hutan
Kejahatan dalam pembakaran lahan dan hutan yang mengakibat kabut asap merupakan kejahatan yang termasuk kategori luar biasa. Manusia yang melakukan kejahatan ini bukanlah Manusia yang adil dan beradab, Sebab kejahatan ini merusak lingkungan  yang seharusnya diwariskan kepada anak cucu kita dan membuat ratusan ribu bahkan jutaan orang menderita yang bisa berakhir pada kematian. Hukuman mati bukan hal  yang tabu untuk dibicarakan, sebab di Indonesia pelaku Narkoba saja bisa dihukum mati. Kejahatan yang mengakibatkan kabut asap bisa menyebabkan kematian massal di suatu daerah ketika racunnya sudah dalam kadar tinggi. Kejahatan ini tentu jauh lebih berat dari kejahatan Narkoba, karena dalam kasus kabut Asap orang yang tidak salah apa-apa yang terkena dampaknya, sedangkan di Narkoba yang mati biasanya adalah pemakai. Hukuman mati ini berlaku tidak hanya utuk  pelaku pembakaran saja tetapi juga  pemilik perusahaan perkebunan tersebut agar menimbulkan efek jera.
Penutup
Tulisan ini hanyalah sebuah ide yang mungkin tidak cocok dengan situasi saat ini. Sebagai warga negara saya berhak untuk  memberikan saran, walaupun mungkin saran ini tidak akan dilaksanakan. Semoga ada yang mempunyai ide solusi yang lebih baik dan bisa melaksanakan ide tersebut.

Bogor, 28 September 2015

0 komentar:

Posting Komentar